Kamis, 14 Januari 2016

RIVAL


Hakikat manusia memang diciptakan sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk sosial, membutuhkan orang lain untuk hidup. Umumnya orang lain yang berada di sekitar kita mendapat sebutan sebagai tetangga. Ketika mendengar kata tetangga, pasti muncul banyak persepsi. Ada hal yang menyenangkan dan ada hal yang menyedihkan. Itu wajar.
            Masalah demi masalah juga tercipta sebagai bumbu kehidupan. Saling menghormati dan toleransi satu sama lain adalah kunci keberhasilan untuk menciptakan atmosfer bertetangga yang baik. Lalu bagaimana apabila kita menghadapi tetangga yang sangat menjengkelkan? Apa yang akan kita lakukan? Simak saja kisahku dari awal sampai akhir.
            Awalnya, aku dan Amy berteman dengan baik. Masa-masa kecil dilalui bersama. Kami sering main boneka bersama, kejar-kejaran hingga main pasar-pasaran. Semua terlihat natural seperti kehendak Yang Maha Kuasa. Di masa kanak-kanak, kami tumbuh menjadi anak yang aktif dan berkembang.
            Kami sama-sama dilahirkan oleh seorang ibu dengan profesi yang sangat mulia, yaitu guru. Kebetulan, ibu kami adalah tenaga pengajar di sekolah yang sama. Ibuku sempat cuti selama beberapa tahun karena kelahiranku. Namun, beberapa tahun kemudian, ibuku aktif kembali menjadi tenaga pengajar sampai sekarang.
            Kami sama-sama tumbuh menjadi gadis yang dewasa. Umur kami terpaut satu tahun. Bukanlah selisih usia yang menjadi rintangan, tetapi perbedaan karakter masing-masing yang selalu menjadi kendala. Seiring berjalannya waktu, aroma persaingan mulai tercium. Terlebih persaingan prestasi belajar di sekolah. Alhamdulillah prestasiku di sekolah sangat gemilang. Aku sering sekali menjadi juara kelas. Aku dan Amy berbeda sekolah. Kami berjuang masing-masing.
            Semakin dewasa, persaingan benar-benar dimulai. Waktu itu, tiba saatnya aku memasuki SMP. Dia lebih dulu masuk SMP karena dia lebih tua dari aku. Aku berjuang agar mendapatkan SMP favorit. Piagam-piagam semasa SD juga diikutsertakan. Alhamdulillah aku berhasil menjadi siswa di SMP favorit.
            Sejak SMP itulah, perang dingin berkecamuk. Aku dan Amy tetap bertegur sapa dan saling melempar senyuman. Namun, itu hanya di luar saja, hati sudah berkata lain. Aku harus lebih bersinar dibandingkan dengan Amy. Aku juga yakin bahwa dalam hatinya, dia berfikir, “Aku harus mengalahkan Kayla.”
            Hal itu sering terjadi karena adanya tindakan membanding-bandingkan dari orang tua kami. Status sosial dipertaruhkan. Memang dia berasal dari keluarga kaya. Apa itu cukup menjamin keberhasilan seseorang? Orangtuanya juga termasuk golongan yang berhasil, tetapi sombong.
            Aku selalu menitikkan air mata ketika teringat nasihat ibuku, “Meski ibu hanya mempunyai pendidikan rata-rata, aku ikhlas. Teruskan perjuanganku, Nak. Jadilah, orang yang lebih sukses daripada ibu. Meskipun kita hidup sederhana, Allah telah menitipkan kecerdasan kepada anak-anak ibu. Itu merupakan modal yang cukup untuk menuju gerbang keberhasilan.”
            Melalui nasihat itu, aku mempunyai cita-cita untuk menjadi seorang guru. Aku rasa semua keinginan ibu sama, yaitu memberikan yang terbaik untuk anaknya. Ibu Amy juga menginginkan Amy untuk menjadi guru. Dia menolaknya. Aku mengerti perasaan ibunya ketika tidak ada lagi penerus sebagai pejuang pendidikan. Amy lebih memilih profesi sebagai perawat. Aku yakin itu adalah pilihan yang terbaik.
            Amy menjadi pribadi yang cantik jelita. Aku hanya itik buruk rupa yang bermimpi untuk suatu saat nanti berubah menjadi angsa putih. Dia mempunyai tubuh proporsional. Soal fashion, dia memang ratunya. Namun soal akademik, aku juaranya. Tak heran, dia memandangku dengan sebelah mata. Aku hanya bersabar, mencoba tersenyum ketika bertemu dengannya. Dia juga membalas. Padahal kami juga tahu, bahwa senyum ini hanyalah sebagian dari sandiwara kehidupan.
            Kini, kami menjalani hidup masing-masing. Aroma persaingan sudah tidak tercium. Kami sudah dewasa.  Kami sudah tahu mana yang benar dan mana yang salah. Persaingan tak ada gunanya lagi. Kami berdiri di atas kaki kami sendiri. Kami memang mempunyai misi yang berbeda, tetapi sama-sama berusaha dengan sekuat tenaga untuk mewujudkannya.
            Akhir-akhir ini, aku mendengar kabar bahwa dia telah lulus dalam pendidikan keperawatan dan  menjadi perawat yang terampil. Sedangkan, aku masih berjuang di bangku kuliah untuk menjadi guru yang profesional. Hubungan kami terjalin lagi. Rasa iri, dengki, dan dendam telah musnah. Aku juga mendengar bahwa dia akan melangsungkan pernikahan dalam waktu dekat. Aku akan hadir, bukan sebagai rival, tetapi sebagai teman yang ikut berbahagia atas pernikahannya.
            Seseorang yang dahulu menjadi rival atau musuh dalam selimut, kini kembali menjadi teman. Terima kasih rivalku. Berkat dirimu, aku menjadi lebih terpacu untuk maju hingga sampai tahap ini. Kini, tiada lagi rival. Meskipun tak dapat kupungkiri aku rindu aroma persaingan zaman dahulu. Itu hanya masa lalu. Akhirnya perdamaian tercipta antara aku dan Amy. Semua indah pada waktunya sesuai dengan skenario Sang Pencipta. Percayalah.

#OneDayOnePost
#HariKeempat 


Sumber Gambar:
https://www.google.co.id/imgres?imgurl=http://lh5.ggpht.com/-UdiYmSVUEjY/TeC_Hi1SRUI/AAAAAAAAAOM/cXvPgxopM2k/teman%2525252520ataukah%2525252520sahabat_thumb%252525255B1%252525255D.jpg%253Fimgmax%253D800&imgrefurl=http://aimexpressblog.blogspot.com/2013/03/friend-or-foe-teman-ataukah-sahabat_29.html&h=352&w=468&tbnid=fnnPEYEhSl57FM:&docid=aV-He9arwxv6lM&ei=IP2WVoXsKNTnuQSalI74CQ&tbm=isch&ved=0ahUKEwiF_K6_lqjKAhXUc44KHRqKA58QMwh2KFEwUQ


This entry was posted in

8 komentar:

  1. Semangat berjuang! Untuk menghidupkan hidup ...

    BalasHapus
    Balasan
    1. semangat Mbak Lia....
      makasih commentnya..........

      Hapus
  2. Saya jadi ingat teman akrab saya, kami juga saingan sejak kecil di sekolah.. Beruntungnya kami terpisah ketika SMA, jadi nggak sempet sampai gontok2an.. hehehe

    BalasHapus
  3. saya punya teman akrab Yang selalu menjadi saingan Dalam akademik. itu tergolong friend atau foo ya..? hehhehe. sekarang dia kerja di Singapur. masih aja gitu kadang2 merasa iri sama kehidupannya. hahahha

    BalasHapus
  4. Rival memacu saya untuk lebih maju...

    BalasHapus
  5. Saya juga pernah ngerasa dirivali, eh ini saya OOT ya, hehe

    BalasHapus
  6. Saya juga pernah ngerasa dirivali, eh ini saya OOT ya, hehe

    BalasHapus