Senin, 29 September 2014

DRAMA POLITIK REPUBLIK INDONESIA



DRAMA POLITIK REPUBLIK INDONESIA






Ketukan palu Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso pada rapat paripurna DPR yang digelar Jum’at lalu (26/9/2014), memunculkan drama politik yang cukup dramatis di negara Indonesia. Pasalnya, skenario yang telah diatur sedemikan rupa, tampaknya cukup berhasil membuat masyarakat tertegun. Pertentangan antar dua kubu pada masa pilpres, nyatanya berlanjut hingga topik pemilihan pilkada jadi sasaran. Koalisi Merah Putih (KMP) menginginkan pemilihan pilkada melalui DPRD. Sedangkan pihak yang lainnya masih menginginkan untuk pemilihan pilkada melalui pemilu langsung.
Selama sidang, ada sebuah fenomena yang mencengangkan. Partai Demokrat yang awalnya memilih untuk mendukung pemilihan langsung, tiba-tiba menyatakan netral dan memilih walkout dari persidangan. Hal ini dinyatakan oleh juru bicara Fraksi Partai Demokrat, Benny K. Harman. Setelah pernyataan ini, muncullah statement-statement  tentang SBY di akhir masa pemerintahannya. Sebagian ada yang mengatakan bahwa itu adalah pencitraan semata.
Drama politik kini jadi topik utama. Masyarakat awam menjadi bingung. Apakah hak mereka masih dihargai dalam pemilihan seorang pemimpin atau tidak. Padahal, beberapa tahun ini, masyarakat ikut senang dengan adanya pemilihan pilkada secara langsung. Makna senang juga punya banyak arti. Apakah senang dalam arti sebenarnya, yaitu menyuarakan hati nurani untuk memilih seorang pemimpin, atau senang karena mendapat “serangan fajar” sebelum berangkat ke TPS?
Pilkada melalui DPRD pun tak menjamin hilangnya praktek KKN. Justru bisa saja KKN menjadi tiga kali lipat, karena yang disuap bukanlah orang-orang biasa, tetapi “orang-orang yang luar biasa”. Seperti perumpamaan sederhana berikut ini, siapa yang berani menebar banyak umpan di lautan, dialah pemenang yang akan panen ikan besar-besaran. 
Kabarnya, drama politik belum berhenti di sini. Pihak yang kalah mungkin saja mengajukan banding ke Mahkamah Konstitusi (MK). Namun, soal berhasil atau tidaknya di persidangan MK nanti, masih menjadi teka-teki. Bisa saja pilkada melalui DPRD adalah keputusan mutlak yang tak dapat diganggu gugat.  Jika memang hal itu adalah sebuah keputusan final, maka yang dapat kita lakukan sebagai masyarakat awam hanya bisa “menitipkan”  suara kepada dewan-dewan terhormat yang menjunjung tinggi rasa “amanah” 



berunding dulu sebelum menentukan keputusan rapat paripurna 

PILKADA LANGSUNG atau PILKADA MELALUI DPRD?????




Yumei says:
Alhamdulillah bisa merampungkan sebuah opini. Tadinya sih mau dikirim di koran, tapi aku berubah pikiran. Jadi, aku putuskan untuk posting di blog saja (daripada blog ku sepi ^,^). Kebetulan topik ini sedang hangat diperbincangkan di mana. Sedikit-sedikit aku belajar untuk nulis artikel atau berita dari pelatihan jurnalistik singkat yang pernah aku ikuti. Dan hasilnya, bisa dilihat sendiri di tulisan ini. Selamat Membaca....!!! kritik dan saran jangan lupa yaaa.....