Selasa, 06 Mei 2014

Impian Tiada Batas


Impian Tiada Batas
Oleh: Yumeina Ryuri




Mentari di ufuk timur masih menggeliat malu-malu. Suara kicauan burung bersahutan menyambut dinginnya pagi. Hiruk pikuk terdengar dari orang-orang yang mengadu nasib menjadi pedagang di pasar Anggrek Indah.
Di sebuah kapling toko penjual sembako, Pak Kartono dan Bu Sarinah berbincang-bincang mengenai masalah perdagangan yang selalu bergulir.
“Pak, cabe dan bawang merah naik lagi,” kata Bu Sarinah.
“Aduh Bu. Gimana ini? Masyarakat sekitar sini masih berdaya ekonomi di bawah rata-rata. Kalau begini caranya, apa impian kita mempunyai anak seorang dokter akan musnah?”
“Tidak Pak. Yama harus tetap bersekolah. Yama adalah harapan kita di masa depan, Pak. Yama harus jadi dokter agar bisa memperbaiki ekonomi keluarga.
Semangat Pak Kartono dan Bu Sarinah selalu berpijar agar anaknya menjadi orang yang sukses. Kini anak mereka yang bernama Yama Pradibta mulai menapaki indahnya masa SMA. Masa yang rentan akan segala tindakan yang terkadang di luar batas kewajaran. Untuk itu, Pak Kartono dan Bu Sarinah selalu membekali Yama dengan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) dan IMTAQ (Iman dan Taqwa). Mereka memulai perjuangan hari ini juga. Hingga hari-hari yang akan melukiskan cahaya keindahan. Hidup ini penuh tantangan. Tak ada jalan lain selain menghadapinya dengan berdiri tegak dan gagah berani. Bukan berjalan dengan wajah sombong yang selalu merendahkan orang lain. Berkat didikan orang tuanya, Yama tumbuh menjadi pribadi yang cerdas. Kini Yama memasuki masa SMA. Akankah masa ini akan seindah masa-masa sebelumnya?
***
Yama...!” terdengar suara Ronald memanggil Yama. Ronald adalah teman sekelas Yama.
“Ada Ronald?”
“Nanti sepulang sekolah belajar bareng ya? Ada PR Bahasa Inggris dari Miss July,”
Okay Ronald. Nanti kutunggu di gerbang sekolah ya.
Bel sekolah pun berdering. Waktunya pulang sekolah. Murid-murid pun berhamburan keluar. Saat-saat seperti itulah yang paling ditunggu anak-anak. Tak dapat dipungkiri memang. Bagaikan burung yang menghirup udara bebas setelah keluar dari sangkarnya.
Ronald, maaf aku pulang dulu ya. Tiba-tiba bapakku telepon. Aku disuruh mengantarkan beras ke rumah Bu Winarni,
Batal deh rencana kita belajar bareng. Aku kan nggak bisa Bahasa Inggris,” raut muka Ronald berubah menjadi masam.
Tenang saja. Nanti sore aku akan ke rumahmu. Siapkan saja makanan yang banyak untukku,” kata Yama sambil tertawa.
Benarkah? Okay. Sampai jumpa nanti sore. Kalau ingkar janji, awas ya!
Yama melangkah pulang. Sesampai di rumah, ia makan siang kemudian tak lupa melaksanakan ibadah. Pak Kartono memanggil Yama.
Yama, tolong antarkan beras ini ke rumah Bu Winarni. Ibu Winarni tidak bisa ke sini karena kakinya sakit. Ini ada sedikit buah, tolong berikan kepada Ibu Winarni dan sampaikan salam ayah dan ibu untuknya,
Baik Pak, aku pergi dulu ya, Assalammu’alaikum?
Wa’alaikumsalam.”
Yama menaiki kendaraan bapaknya menuju rumah Bu Winarni. Rumah Bu Winarni cukup dekat. Tepatnya di desa sebelah.
“Permisi, Bu Winarni?” Yama mengetuk pintu.
“Siapa itu?”
“Yama Bu, anak Pak Kartono,”
“Masuk Nak, maaf Ibu tidak bisa membukakan pintu, kaki Ibu sakit,”
“Ibu tinggal sendirian?”
“Ya beginilah Nak. Kedua anak Ibu merantau. Yang satu tinggal bersama keluarganya di Jakarta, yang satu ada di Jepang,
Wow, Jepang? Jadi apa Bu?”
Anak Ibu bernama Dennis. Dia bekerja di sebuah perusahaan elektronik di Jepang.”
Ibu Winarni bercerita banyak tentang anaknya. Yama sungguh terkesan. Yama mengagumi Dennis yang sudah meraih kesuksesan di Jepang. Sempat terlintas di benak Yama untuk mengikuti jejak Dennis.
***
Kebakaran, kebakaran, kebakaran...!”
Terdengar hiruk pikuk suara teriak dan tangis ketakutan di mana-mana. Pasar tradisional itu dilalap Si Jago Merah. Api berkobar begitu cepat sehingga bangunan-bangunan di pasar lenyap dengan sekejap. Musibah datang.
“Pak, Pak ada kebakaran. Kios kita kebakaran, Pak!” teriak Bu Kartinah penuh isak tangis.
“Ibu ngomong apa? Beneran Bu? Ayo pergi ke pasar sekarang juga. Semoga saja masih ada barang yang bisa diselamatkan,”
Setiba di pasar, api semakin menjalar kemana-mana.
Pak, bagaimana ini? Api semakin besar. Kita tidak mungkin masuk ke sana,
Tapi ada sedikit uang di sana Bu. Itu untuk uang sekolah Yama. Aku harus mengambilnya,
Jangan Pak. Biarkan saja. Kita dapat mencarinya lagi. Nyawa Bapak lebih penting. Apa kita harus memberi tahu Yama sekarang?”
Jangan Bu! Biarkan Yama belajar. Biar Yama tahu sendiri. Yama tidak boleh bolos sekolah karena hal ini. Sekolah lebih penting.”
Api di mana-mana. Semua habis. Tak tersisa. Hanya pilu yang tersisa. Pak Kartono tidak memberi tahu Yama. Pak Kartono tidak ingin menghancurkan masa depan anaknya sendiri. Pak Kartono berjanji akan berjuang dari awal lagi agar Yama bisa menjadi dokter seperti harapannya semula.
***
Yama masih di sekolah. Yama masih ulangan Bahasa Inggris. Tiba-tiba kepala Yama pusing. Huruf-huruf berbahasa Inggris terasa menari-nari dengan gemulai. Yama tidak konsentrasi mengerjakan ulangan. Seusai ulangan, bel istirahat berdering. Yama dan Ronald pergi ke kantin.
Bu, pesan soto ayam dua,” pesan Ronald.
Oh, maaf Mas, hari ini tidak ada menu soto ayam. Kios pedagang ayamnya kebakaran.
Bagaimana sih Bu? Ya udah yang lain saja. Mie goreng dua dan dua es teh manis,”
Yama, tadi bagaimana ulangannya? Pasti kamu tidak menemui kesulitan,
Siapa bilang? Tadi kepalaku pusing. Aku tidak bisa konsentrasi,
Tidak lama kemudian, dua piring mie goreng dan dua gelas es teh manis terhidang di meja.
Lho kok mie goreng, Nald? Biasanya kamu kan pesan soto ayam,” tanya Yama.
“Oh, iya. Tadi aku belum ngomong ya sama kamu, maaf sebelumnya, aku pesen mie goreng karena hari ini nggak ada soto ayam,”
Kenapa? Tumben sekali,”
Katanya kios pedagang ayamya kebakaran, entah benar apa nggak,
Duh, kasian sekali ya. Pasti terjadi kerugian yang sangat besar.”
Yama tidak menyadari ucapannya itu. Ucapan tersebut pantas dialamatkan  kepada  keluarganya sendiri. Sayangnya Yama belum mengetahui hal itu. Entah bagaimana reaksi Yama setelah mendengar kabar itu.
***
 Akhirnya pelajaran di sekolah selesai. Yama pulang sekolah. Bapak dan Ibunya terlihat seperti biasa, seperti tanpa masalah. Sepertinya mereka ingin merahasiakan kebakaran itu dari anak semata wayangnya.
Pak, sore ini Yama tidak bisa membantu Bapak di pasar karena Yama ikut ekstrakurikuler Bahasa Jepang,
Bahasa Jepang? Sejak kapan kamu belajar Bahasa Jepang Nak?”
Itu pelajaran ekstrakurikuler di sekolah Pak. Aku ikut ekstrakurikuler ini sejak kelas 2,
Apa itu tidak menggangu belajarmu? Ingat Nak, kamu harus jadi dokter. Itu harapan Bapak dan Ibu,
Iya, Pak. Yama selalu ingat.”
Tersirat keraguan di wajah Yama. Yama bimbang. Sebenarnya Yama tidak ingin jadi dokter. Yama ingin menjadi seseorang yang  ahli di bidang teknologi. Yama ingin menguasai dunia dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Yama bermimpi untuk menjadi penemu program komputer yang kelak bermanfaat bagi dunia.  Yama yakin, hal itu pasti dapat diraihnya dengan belajar dengan giat. Yama memang tertarik dengan pelajaran yang berkaitan dengan teknologi, tetapi nasi telah menjadi bubur. Bapaknya mengirim Yama ke sekolah SMA biasa, bukan sekolah yang mempelajari hal tertentu saja, seperti SMK. Itu tidak jadi masalah bagi Yama. Yama bergabung dengan teman-teman yang mempunyai hobi yang sama dengannya. Istilah di bidang teknologi bukanlah menjadi hal yang asing bagi Yama.
***
“Anak-anak, kalian pasti sudah mendengar tentang berita kebakaran pasar Anggrek Indah. Kejadiannya di luar dugaan. Kerugian tidak terhitung lagi.” Bu Arimbi memulai pelajaran dengan terlebih dahulu melontarkan keprihatinannya atas peristiwa tersebut.
Pasar Anggrek Indah? Itu kan pasar di mana toko Bapakku berada? Kenapa aku baru tahu sekarang? Bagaimana toko Bapakku?
Sejuta pertanyaan berkecamuk di benak Yama. Kenapa dia tidak mengetahui hal sepenting ini. Mungkin Yama terlalu sibuk mempersiapkan Ujian Akhir Nasional yang akan diadakan 4 bulan lagi. Yama merasa tak tenang. Yama meminta izin untuk pulang ke sekolah dengan alasan tidak enak badan. Mungkin tidak hanya tak enak badan, pikiran pun jadi tak karuan.  Yama segera berlari menuju rumah.
“Bapak, Ibu?” Yama segera mencari keberadaan orang tuanya.
“Ada apa, Yama? Kamu kok sudah pulang? Kamu membolos ya?  Mau jadi apa kamu ini?” Pak Kartono terlihat marah melihat anaknya membolos sekolah.
Silakan Bapak memarahi Yama. Yama memang mengaku salah karena telah membolos sekolah. Yama pulang lebih awal karena ingin menanyakan keadaan keluarganya yang sedang ditimpa musibah kebakaran, apa itu salah?
“Yama, bukan maksud kami merahasiakan hal tersebut. Kami tidak ingin mengganggu sekolahmu, Nak. Ujian kelulusan tinggal 4 bulan lagi,” jawab Bu Kartinah disertai airmata yang memilukan.
“Kamu tidak usah khawatir Nak, Bapak masih bisa membiayai sekolahmu hingga menjadi dokter,”
Dokter? Menjadi dokter tidak mudah, Pak? Kuliah kedokteran membutuhkan biaya yang besar. Kita harusnya menyadari hal itu, Pak. Lagipula cita-citaku bukan ingin jadi dokter. Menjadi dokter memang cita-cita yang sangat mulia, tetapi jiwaku belum terpanggil di bidang itu. Aku ingin jadi ahli di bidang teknologi Pak,”
Pokoknya kamu harus jadi dokter!” kata Pak Kartono dengan tegas.
Kita bicara tentang realita saja Pak. Kios kita telah terbakar, mata pencaharian sehari-hari telah melayang. Aku tidak ingin membebani Bapak dan Ibu,
Baiklah, apa yang kamu bisa hasilkan dengan menjadi ahli di bidang teknologi? Pekerjaan yang tidak jelas!” kata Pak Kartono sambil memalingkan muka.
Baik, Pak. Aku akan membuktikannya suatu saat nanti. Izinkan aku untuk membuka usaha rental dan service komputer, Pak. Izinkan aku membantu keluarga ini, Pak.”
Pak Kartono dan Bu Sarinah terlihat berkaca-kaca. Ternyata selama ini mereka belum memahami anaknya. Pak Kartono merasa bersalah karena terlalu mempertahankan egonya daripada berpikir secara rasional. Mulai sekarang Pak Kartono memberi kesempatan kepada Yama untuk meraih mimpinya, meski bukan jadi seorang dokter.
***
Kini Yama membuka sebuah sebuah rental dan service komputer. Yama juga harus tetap rajin belajar agar mendapatkan nilai yang memuaskan dan dapat meraih cita-citanya. Yama tidak pantang menyerah, Yama selalu mempunyai semangat untuk selalu berjuang. Setelah lulus sekolah, Yama ingin melanjutkan kuliah di bidang Teknologi dan Informasi.
Nak, nanti malam kita diundang ke rumahnya Bu Winarni,
Ada acara apa, Pak?”
Bu Winarni mengadakan syukuran atas kepulangan anaknya dari Jepang. Sekarang anaknya menjadi orang sukses,
Benar Pak? Yama pasti akan jadi orang sukses juga, Pak!
Amin. Bapak selalu mendoakanmu.”
Pak Kartono sekeluarga menghadiri acara syukuran tersebut. Yama bertemu dengan Mas Dennis.
Selamat ya Mas Dennis atas kesuksesannya,” Yama berjabat tangan dengan Mas Dennis.
Kamu Yama ya? Ibuku bercerita banyak tentangmu. Kamu sungguh pemuda yang luar biasa,”
Ya, Mas. Aku luar biasa? Bukan, Mas. Aku hanya manusia biasa yang selalu berbuat salah dan khilaf.
Tawa pun pecah. Obrolan berlanjut. Mas Dennis menceritakan pengalamannya tinggal di Jepang. Yama tertegun kagum.
Oh iya, Yama, kepulanganku ke Indonesia sebenarnya hanya sebentar. Aku hanya ingin mencari sepuluh pemuda dari Indonesia yang menguasai teknologi untuk mendapatkan beasiswa  dari perusahaanku. Menurutku, kamu cukup berpotensi. Apa kamu berminat ?”
Wah, sangat berminat sekali, Mas. Tapi, aku belum lulus SMA,
Tenang saja. Aku diberi waktu 4 bulan untuk mencari sepuluh pemuda itu.
Yama segera menyampaikan berita gembira ini kepada orang tuanya. Bapak dan ibunya sungguh terkejut. Yama diperbolehkan oleh bapaknya menerima beasiswa itu, apabila Yama berhasil mendapat nilai rata-rata 9 di Ujian Akhir Sekolah. Yama setuju. Yama semakin giat belajar menjelang ujian.
***
Akhirnya Ujian Akhir Sekolah telah selesai dilaksanakan. Sebulan kemudian, Yama dapat melihat hasil jerih payahnya selama ini. Rata-rata nilai 9 sudah terpenuhi. Izin menerima beasiswa sudah diraih Yama. Yama segera menyampaikan kabar tersebut kepada Mas Dennis. Keberangkatan ke Jepang tinggal menghitung hari.
Impian Yama tinggal selangkah lagi. Impian Yama tak lagi angan-angan yang tak jelas. Impian Yama menembus batas-batas pikiran manusia yang terkadang irasional. Impian Yama akan menjadi kenyataan. Negeri Bunga Sakura  menyambut Yama dengan senyuman ramah. Negeri Sakura akan mewujudkan impian Yama. Cerita kesuksesan Yama akan berawal dari Negeri Sakura. 

0 komentar:

Posting Komentar