Hakikat manusia memang diciptakan sebagai makhluk
individu dan makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk sosial, membutuhkan orang
lain untuk hidup. Umumnya orang lain yang berada di sekitar kita mendapat
sebutan sebagai tetangga. Ketika mendengar kata tetangga, pasti muncul banyak
persepsi. Ada hal yang menyenangkan dan ada hal yang menyedihkan. Itu wajar.
Masalah demi masalah juga tercipta
sebagai bumbu kehidupan. Saling menghormati dan toleransi satu sama lain adalah
kunci keberhasilan untuk menciptakan atmosfer bertetangga yang baik. Lalu
bagaimana apabila kita menghadapi tetangga yang sangat menjengkelkan? Apa yang
akan kita lakukan? Simak saja kisahku dari awal sampai akhir.
Awalnya, aku dan Amy berteman dengan
baik. Masa-masa kecil dilalui bersama. Kami sering main boneka bersama,
kejar-kejaran hingga main pasar-pasaran. Semua terlihat natural seperti kehendak Yang Maha Kuasa. Di masa kanak-kanak, kami
tumbuh menjadi anak yang aktif dan berkembang.
Kami sama-sama dilahirkan oleh
seorang ibu dengan profesi yang sangat mulia, yaitu guru. Kebetulan, ibu kami
adalah tenaga pengajar di sekolah yang sama. Ibuku sempat cuti selama beberapa
tahun karena kelahiranku. Namun, beberapa tahun kemudian, ibuku aktif kembali
menjadi tenaga pengajar sampai sekarang.
Kami sama-sama tumbuh menjadi gadis
yang dewasa. Umur kami terpaut satu tahun. Bukanlah selisih usia yang menjadi
rintangan, tetapi perbedaan karakter masing-masing yang selalu menjadi kendala.
Seiring berjalannya waktu, aroma persaingan mulai tercium. Terlebih persaingan
prestasi belajar di sekolah. Alhamdulillah prestasiku di sekolah sangat
gemilang. Aku sering sekali menjadi juara kelas. Aku dan Amy berbeda sekolah.
Kami berjuang masing-masing.
Semakin dewasa, persaingan
benar-benar dimulai. Waktu itu, tiba saatnya aku memasuki SMP. Dia lebih dulu
masuk SMP karena dia lebih tua dari aku. Aku berjuang agar mendapatkan SMP
favorit. Piagam-piagam semasa SD juga diikutsertakan. Alhamdulillah aku
berhasil menjadi siswa di SMP favorit.
Sejak SMP itulah, perang dingin
berkecamuk. Aku dan Amy tetap bertegur sapa dan saling melempar senyuman.
Namun, itu hanya di luar saja, hati sudah berkata lain. Aku harus lebih bersinar dibandingkan dengan Amy. Aku juga yakin
bahwa dalam hatinya, dia berfikir, “Aku
harus mengalahkan Kayla.”
Hal itu sering terjadi karena adanya
tindakan membanding-bandingkan dari orang tua kami. Status sosial
dipertaruhkan. Memang dia berasal dari keluarga kaya. Apa itu cukup menjamin
keberhasilan seseorang? Orangtuanya juga termasuk golongan yang berhasil, tetapi
sombong.
Aku selalu menitikkan air mata
ketika teringat nasihat ibuku, “Meski ibu hanya mempunyai pendidikan rata-rata,
aku ikhlas. Teruskan perjuanganku, Nak. Jadilah, orang yang lebih sukses daripada
ibu. Meskipun kita hidup sederhana, Allah telah menitipkan kecerdasan kepada
anak-anak ibu. Itu merupakan modal yang cukup untuk menuju gerbang
keberhasilan.”
Melalui nasihat itu, aku mempunyai cita-cita
untuk menjadi seorang guru. Aku rasa semua keinginan ibu sama, yaitu memberikan
yang terbaik untuk anaknya. Ibu Amy juga menginginkan Amy untuk menjadi guru.
Dia menolaknya. Aku mengerti perasaan ibunya ketika tidak ada lagi penerus
sebagai pejuang pendidikan. Amy lebih memilih profesi sebagai perawat. Aku
yakin itu adalah pilihan yang terbaik.
Amy menjadi pribadi yang cantik
jelita. Aku hanya itik buruk rupa yang bermimpi
untuk suatu saat nanti berubah menjadi angsa
putih. Dia mempunyai tubuh proporsional. Soal fashion, dia memang ratunya. Namun soal akademik, aku juaranya. Tak
heran, dia memandangku dengan sebelah mata. Aku hanya bersabar, mencoba
tersenyum ketika bertemu dengannya. Dia juga membalas. Padahal kami juga tahu,
bahwa senyum ini hanyalah sebagian dari sandiwara kehidupan.
Kini, kami menjalani hidup
masing-masing. Aroma persaingan sudah tidak tercium. Kami sudah dewasa. Kami sudah tahu mana yang benar dan mana yang
salah. Persaingan tak ada gunanya lagi. Kami berdiri di atas kaki kami sendiri.
Kami memang mempunyai misi yang berbeda, tetapi sama-sama berusaha dengan
sekuat tenaga untuk mewujudkannya.
Akhir-akhir ini, aku mendengar kabar
bahwa dia telah lulus dalam pendidikan keperawatan dan menjadi perawat yang terampil. Sedangkan, aku
masih berjuang di bangku kuliah untuk menjadi guru yang profesional. Hubungan
kami terjalin lagi. Rasa iri, dengki, dan dendam telah musnah. Aku juga
mendengar bahwa dia akan melangsungkan pernikahan dalam waktu dekat. Aku akan
hadir, bukan sebagai rival, tetapi sebagai teman yang ikut berbahagia atas
pernikahannya.
Seseorang yang dahulu menjadi rival
atau musuh dalam selimut, kini kembali menjadi teman. Terima kasih rivalku.
Berkat dirimu, aku menjadi lebih terpacu untuk maju hingga sampai tahap ini.
Kini, tiada lagi rival. Meskipun tak dapat kupungkiri aku rindu aroma
persaingan zaman dahulu. Itu hanya masa lalu. Akhirnya perdamaian tercipta
antara aku dan Amy. Semua indah pada waktunya sesuai dengan skenario Sang
Pencipta. Percayalah.
#OneDayOnePost
#HariKeempat
https://www.google.co.id/imgres?imgurl=http://lh5.ggpht.com/-UdiYmSVUEjY/TeC_Hi1SRUI/AAAAAAAAAOM/cXvPgxopM2k/teman%2525252520ataukah%2525252520sahabat_thumb%252525255B1%252525255D.jpg%253Fimgmax%253D800&imgrefurl=http://aimexpressblog.blogspot.com/2013/03/friend-or-foe-teman-ataukah-sahabat_29.html&h=352&w=468&tbnid=fnnPEYEhSl57FM:&docid=aV-He9arwxv6lM&ei=IP2WVoXsKNTnuQSalI74CQ&tbm=isch&ved=0ahUKEwiF_K6_lqjKAhXUc44KHRqKA58QMwh2KFEwUQ
Semangat berjuang! Untuk menghidupkan hidup ...
BalasHapussemangat Mbak Lia....
Hapusmakasih commentnya..........
Saya jadi ingat teman akrab saya, kami juga saingan sejak kecil di sekolah.. Beruntungnya kami terpisah ketika SMA, jadi nggak sempet sampai gontok2an.. hehehe
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Hapussaya punya teman akrab Yang selalu menjadi saingan Dalam akademik. itu tergolong friend atau foo ya..? hehhehe. sekarang dia kerja di Singapur. masih aja gitu kadang2 merasa iri sama kehidupannya. hahahha
BalasHapusRival memacu saya untuk lebih maju...
BalasHapusSaya juga pernah ngerasa dirivali, eh ini saya OOT ya, hehe
BalasHapusSaya juga pernah ngerasa dirivali, eh ini saya OOT ya, hehe
BalasHapus