Ayla Cleopatra adalah sesosok gadis berambut
keriting dan mempunyai pipi yang chubby.
Dia masih berumur lima tahun. Sayangnya, dia sudah ditakdirkan sebagai anak
yatim piatu. Kini, dia tinggal di rumah Bibi Lea. Meskipun hidup sebatang kara,
Ayla tidak kekurangan kasih sayang. Bibi Lea sudah menganggap Ayla sebagai
anaknya sendiri. Ayla menikmati masa kecilnya dengan penuh kebahagiaan.
Ayla masih sering menanyakan orangtuanya. Maklum,
dia menjadi yatim piatu sejak umur 3 tahun. Bibi Lea menjelaskan yang
sebenarnya. Orangtua Ayla sudah damai di surga.
***
Menginjak usia 16 tahun, Ayla mulai bertanya-tanya
tentang arti namanya, kenapa ada nama Cleopatra? Setelah banyak membaca, Ayla
mengetahui bahwa Cleopatra adalah Ratu Mesir yang sangat cantik. Apakah dia akan secantik Ratu
Cleopatra? Dia memandang cermin, ada pantulan bayangan dirinya. Benar, dia
mewarisi mata indah ibunya.
“Berarti aku adalah titisan seorang Ratu Mesir,” gumamnya dalam harap.
***
Ayla bergegas berangkat ke sekolah. Dia harus
berjalan kaki menuju sekolahnya. Cukup menguras tenaga. Di tengah perjalanan,
ada mobil yang berhenti, ternyata Sonya, teman Ayla di sekolah.
“Ay, ayo bareng sama aku saja.”
“Terima kasih, Sonya. Aku jalan kaki saja.”
“Sudahlah Ay, ini sudah hampir jam 07.00, nanti kamu
telat.”
“Baiklah,
terima kasih Sonya,” Ayla tersenyum manis.
Ayla belum pernah naik mobil semewah ini. Pantas
saja, Sonya berasal dari kalangan elite. Naik mobil mewah merupakan rutinitas setiap hari.
Namun, Sonya tetap rendah hati.
Akhirnya, mereka tiba di sekolah bersama-sama.
Ayla masuk kelas, Bu Guru meminta siswa-siswa untuk
mengumpulkan PR. Dia membuka tas, dia yakin telah mengerjakannya. Namun, buku
PR tersebut tidak ada di tas. Apa jangan-jangan tertinggal di rumah?
Ayla dihukum untuk berdiri di bawah tiang bendera.
Tiba-tiba langit mendung, hujan pun turun. Hukuman belum usai. Dia kehujanan.
Dia hampir pingsan.
Saat Ayla merasa dunia sedang berputar-putar, ada
seorang laki-laki bernama Arman memayungi Ayla dengan payung warna biru. Arman adalah anak
penjaga sekolah. Usianya sekitar 17 tahun. Arman membawa Ayla berteduh di
kantin.
“Kamu tak apa?” tanya Arman sambil memberikan
secangkir teh hangat.
“Iya Kak, aku tidak apa-apa. Terima kasih, Kak.”
“Guru itu sangat keterlaluan. Aku harus
melaporkannya ke Kepala Sekolah.”
“Tidak usah, Kak. Aku pantas mendapatkannya.”
“Ini tetap saja melanggar HAM.”
“Apa Kakak tidak melanjutkan
sekolah?”
“Buat apa aku sekolah? Hanya menambah beban orang
tua saja. Ijazah SMP sudah
cukup bagiku.”
“Namun, kita harus belajar.”
“Iya, belajar bisa dari mana saja, aku belajar
dari pengalaman hidup. Dunia pendidikan itu kejam.”
“Jangan berkata seperti itu Kak,”
“Buktinya kamu diperlakukan sewenang-wenang oleh
oknum pendidikan. Apa menghukum anak didik berdiri di depan tiang bendera, dan
membiarkan hujan turun menyapa tubuhmu, adalah termasuk pendidikan?”
“Itu memang salahku.”
“Jangan tanya siapa yang salah, guru juga selalu
punya alasan untuk selalu menjadi benar.”
“Maaf Kak, sekarang Kakak sudah kerja?”
“Iya, selain membantu ayah di sini, aku juga menjadi
penjaga warnet.”
“Sedari tadi kita belum kenalan ya, namaku Ayla.”
“Oh, ya…namaku Arman.”
***
Sepulang sekolah, Ayla merenung. Dia masih beruntung
karena memiliki Bibi yang akan menanggung biaya pendidikannya sampai ke jenjang
SMA. Sedangkan untuk perguruan tinggi, dia harus mencari beasiswa. Maklum, Bibi
Lea juga mempunyai tiga anak yang mempunyai hak pendidikan yang sama juga.
Kenapa Kak Arman begitu anti terhadap pendidikan?
Apa ada yang salah dengan sistem pendidikan di Indonesia? Ayla harus bertanya
kepada seseorang. Ya, Pak Badrun. Dia adalah guru favorit Ayla di kala SMP. Rasanya sudah bertahun-tahun,
Ayla tidak bertemu
dengan Pak Badrun. Sore ini, Ayla akan mengunjungi Pak
Badrun.
***
“Permisi Pak, bolehkah Ayla masuk?”
“Ya, tentu saja Ayla.
Apa kabar?”
“Alhamdulillah, baik Pak. Bagaimana dengan kabar Bapak?”
“Seperti yang kamu lihat. Meski rambut Bapak berwarna
putih, tapi jasmani masih sehat wal’afiat.”
“Pak, maaf
ada yang hal yang harus saya tanyakan.”
“Ya, silakan.”
“Kenapa ada orang yang berpandangan negatif terhadap
dunia pendidikan?”
“ Itu tergantung individu, Ayla. Setiap orang punya cara pandang tersendiri.”
“Apa karena dunia pendidikan itu kejam?”
“Ay, kenapa kamu berkata seperti itu?”
“Temanku berkata seperti itu, Pak.”
“Apa kamu memandang Bapak sebagai pribadi yang
kejam?”
“Bapak adalah sosok guru yang teladan. Bapak adalah salah satu guru favorit saya. ”
“Itulah, masih banyak guru yang pantas dijadikan
sebagai teladan. Kamu tahu perbedaan Guru Bangsa dan Guru Bangsa?”
“Tidak Pak,”
Ayla menggeleng.
“Tidak setiap Guru Besar bisa menjadi Guru Bangsa.
Contoh Guru Bangsa adalah Gusdur, Pak Habibie, Bung Karno, Ki Hajar Dewantara,
dan masih banyak yang lainnya. Mereka mengajarkan ilmu tidak secara formal di
sekolah. Mereka mengajarkan ilmu di mana saja, tak pandang anak pejabat atau
anak petani melarat. Mereka mengajarkan
ilmu melalui sifat-sifat mulia yang pantas dijadikan teladan bagi warga Indonesia. Perjuangan mereka ikhlas demi mengantar
Bangsa Indonesia menjadi bangsa yang bermartabat di mata dunia. Jadi,
apa sekarang kamu sudah paham?”
“Sekarang saya
mengerti Pak. Terima kasih penjelasannya. Penjelasan
Bapak kali ini benar-benar memberi pencerahan untuk saya. Restuilah langkah saya
untuk menggapai impian menjadi guru yang dapat menjadi teladan bagi
murid-muridnya. Saya permisi pulang. Pak.”
“Semoga sukses, Ayla, dan tetaplah rendah hati,” nasihat
Pak Badrun, sembari mengantar sampai ke depan pintu.
***
Sekarang
Ayla mengerti. Dunia pendidikan tak
selamanya muram, tergantung sudut pandang masing-masing individu. Mungkin peraturan di sekolah lebih ketat,
sehingga menuntut guru-guru untuk bersikap tegas. Guru juga harus punya wibawa,
agar dihormati oleh murid-muridnya. Walaupun kita mengenal ada sosok guru yang
tegas, itu bukan berarti galak atau kejam. Itu mungkin cara yang terbaik, agar
murid-murid tidak manja dan patuh terhadap
peraturan.
Namun, di balik sikap tegasnya tersebut, tersimpan
pribadi yang lembut dan bersahaja. Guru selalu berdo’a agar murid-muridnya
menjadi pintar, layaknya do’a orangtua kepada anaknya sendiri.
Ayla sudah membulatkan tekad. Dia bercita-cita
menjadi seorang guru. Dia akan rajin belajar dari sekarang Dia ingin berjuang di jalur pendidikan. Dia
ingin menjadi guru yang disayangi, bukan guru yang ditakuti.
Biodata Penulis:
Yumeina Ryuri
terlahir di Pati, Jawa Tengah pada tanggal 13 Juli 1991. Gadis yang punya hobi
membaca dan menulis ini, mempunyai nama asli Rindha Julia. Aktif dalam
kepengurusan FLP Pati. Saat ini, dia
menjadi Pengajar Bahasa Inggris di sebuah sekolah di Pati.Yumei
bercita-cita untuk menjadi penulis dan pendidik yang profesional. Karya Yumei
telah tergabung di beberapa antologi. Yumei dapat dihubungi melalui facebook: Rinz Yumei-na Ryuri, twitter: @YumeinaRyuri atau melalui email dengan alamat: rinz_ryuri@yahoo.com
(Ditunggu kripik (kritik dan saran) pedasnya yaaa.....!!! )