Selepas Membaca “Sepasang Kembang Mayang”
Hari
Sabtu (10/5/14) sore, buku “Sepasang Kembang Mayang” baru mendarat di tanganku
pasca dikirim dari Diandra Creative Publishing, Jogjakarta. Aku bahagia, karena
karyaku telah berhasil dimuat dalam sebuah antologi sarat akan makna. Antologi
yang disusun oleh jiwa-jiwa yang tulus sebagai persembahan untuk Sang Pengagum Senja yang terlebih dahulu
bertemu dengan senjanya.
Sebenarnya,
aku masih mengumpulkan sejuta keberanian dan kesiapan mental untuk melahap isi
tersebut. Sempat aku berujar pada temanku, “Aku hanya menunggu saat tepat untuk
membacanya, ketika jiwaku sudah mampu menerima segala konsekuensi dan reaksi
yang ditimbulkan setelah membaca buku tersebut. Menuliskan kisahnya saja
tanganku bergetar, apalagi membacanya.”
Teoriku
tak selalu benar, apalagi aku memang tak se-genius Albert Enstein, Newton,
Alexander Graham Bell, Archimedes dan ilmuwan lainnya. Disebabkan karena testimoni
teman yang sudah membacanya, aku jadi tergoda untuk membuka sampul plastiknya
secara perlahan dan mereguk kisah-kisahnya.
Aku
mulai membacanya saat midnight (tgl
12 Mei 2014 menjelang tgl 13 Mei 2014). Kurasa, malam itu adalah saat yang
tepat karena suasana tengah malam begitu hening sehingga aku dapat meresapi
kata demi kata. Aku mengatakan pada diriku sendiri,”Aku pasti kuat, aku nggak boleh nangis. Aku ikhlas.”
Aku
membuka lembar pertama. Senyumku terkembang. Karyaku yang berjudul ‘Isyarat Senja’
dijadikan sebagai karya pembuka yang akan menggiring pembaca menuju karya-karya
fenomenal lainnya. Aku juga turut membaca karyaku sendiri, meskipun aku sudah
tahu jalan ceritanya.
Beberapa
lembar aku buka, aku baca, aku hayati, dan mulai meresapi setiap makna yang
tersimpan. Aku menangguhkan kesedihan yang tersimpan di jiwa, hingga menyesakkan
dadad. Lama-kelamaan, aku tak mampu lagi berpura-pura membendung perasaanku. Finally, beberapa butiran bening keluar
juga dari pelupuk mataku. Aku mengingkari komitmen di awal. Lalu , aku menata
hatiku kembali, kuambil tisu dan kuhapus air mata yang tersisa seraya berbisik
dalam hati, “Tetap tenang, tetap membaca, dan tak aka nada air mata setelah
ini.”
Kusadari,
ternyata bukan hanya aku saja yang mengalami kisah romantisme bersama pengagum
senja (julukan yang kami sematkan kepada Alm.
Muhammad Mubarok-mantan Ketua FLP Pati tahun 2011-2013- karena beliau
begitu mengagumi senja). Terbukti ada 19 penulis berbakat lainnya (selain aku)
yang menuliskan kisah kenangan bersama beliau yang dikemas secara elegan dalam
antologi “Sepasang Kembang Mayang”, sehingga pembaca terhanyut dalam detail
kisah-kisahnya.
Karya
antologi ini dapat dinikmati oleh orang-orang beruntung yang mengenal beliau
maupun orang-orang awam yang ingin mengenal beliau melalui deskripsi-deskripsi
kisah nyata. Itulah alasan sebenarnya mengapa kami berkewajiban untuk
mengabadikan moment-moment tersebut dalam sebuah karya antologi. Demi sebuah
pelajaran berharga yang akan bermanfaat bagi para generasi muda, calon pemimpin
bangsa Indonesia.
#Terima kasih Kak Barok, impianmu untuk bertemu dengan senja telah
terkabul. Semoga engkau bahagia di surga. Terkirim surat Al-Fatihah sebagai
hadiah terindah untukmu.
-YUMEINA RYURI-
Pati, 22 Mei 2014
0 komentar:
Posting Komentar