DRAMA POLITIK REPUBLIK INDONESIA
Ketukan
palu Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso pada rapat paripurna DPR yang digelar
Jum’at lalu (26/9/2014), memunculkan drama politik yang cukup dramatis di
negara Indonesia. Pasalnya, skenario yang telah diatur sedemikan rupa,
tampaknya cukup berhasil membuat masyarakat tertegun. Pertentangan antar dua
kubu pada masa pilpres, nyatanya berlanjut hingga topik pemilihan pilkada jadi
sasaran. Koalisi Merah Putih (KMP) menginginkan pemilihan pilkada melalui DPRD.
Sedangkan pihak yang lainnya masih menginginkan untuk pemilihan pilkada melalui
pemilu langsung.
Selama
sidang, ada sebuah fenomena yang mencengangkan. Partai Demokrat yang awalnya
memilih untuk mendukung pemilihan langsung, tiba-tiba menyatakan netral dan
memilih walkout dari persidangan. Hal
ini dinyatakan oleh juru bicara Fraksi Partai Demokrat, Benny K. Harman.
Setelah pernyataan ini, muncullah statement-statement tentang SBY di akhir masa pemerintahannya.
Sebagian ada yang mengatakan bahwa itu adalah pencitraan semata.
Drama
politik kini jadi topik utama. Masyarakat awam menjadi bingung. Apakah hak
mereka masih dihargai dalam pemilihan seorang pemimpin atau tidak. Padahal,
beberapa tahun ini, masyarakat ikut senang dengan adanya pemilihan pilkada
secara langsung. Makna senang juga punya banyak arti. Apakah senang dalam arti
sebenarnya, yaitu menyuarakan hati nurani untuk memilih seorang pemimpin, atau
senang karena mendapat “serangan fajar” sebelum berangkat ke TPS?
Pilkada
melalui DPRD pun tak menjamin hilangnya praktek KKN. Justru bisa saja KKN
menjadi tiga kali lipat, karena yang disuap bukanlah orang-orang biasa, tetapi
“orang-orang yang luar biasa”. Seperti perumpamaan sederhana berikut ini, siapa yang berani menebar banyak umpan di
lautan, dialah pemenang yang akan panen ikan besar-besaran.
Kabarnya,
drama politik belum berhenti di sini. Pihak yang kalah mungkin saja mengajukan
banding ke Mahkamah Konstitusi (MK). Namun, soal berhasil atau tidaknya di
persidangan MK nanti, masih menjadi teka-teki. Bisa saja pilkada melalui DPRD
adalah keputusan mutlak yang tak dapat diganggu gugat. Jika memang hal itu adalah sebuah keputusan
final, maka yang dapat kita lakukan sebagai masyarakat awam hanya bisa
“menitipkan” suara kepada dewan-dewan
terhormat yang menjunjung tinggi rasa “amanah”
PILKADA LANGSUNG atau PILKADA MELALUI DPRD?????
Yumei
says:
Alhamdulillah
bisa merampungkan sebuah opini. Tadinya sih mau dikirim di koran, tapi aku
berubah pikiran. Jadi, aku putuskan untuk posting di blog saja (daripada blog
ku sepi ^,^). Kebetulan topik ini sedang hangat diperbincangkan di mana. Sedikit-sedikit
aku belajar untuk nulis artikel atau berita dari pelatihan jurnalistik singkat
yang pernah aku ikuti. Dan hasilnya, bisa dilihat sendiri di tulisan ini. Selamat
Membaca....!!! kritik dan saran jangan lupa yaaa.....